Rabu, 25 Januari 2012

Wikileaks dan Audit Teknologi Informasi

Teknologi informasi pemerintah Amerika Serikat sedang menjadi sorotan karena bocornya informasi rahasia kepada wikileaks. Kawat diplomatik yang berklasifikasi top secret tersebut jadi konsumsi publik. Wikileaks secara perlahan mengeluarkan informasi tersebut kepada publik lewat situsnya. Sontak saja dunia geger atas ulah wikileaks ini. Pemerintah AS bereaksi keras dengan menuding Julian Assange, pendiri wikileas, tidak beda dengan Osama Bin Laden.

Wikileas pun diserang habis-habisan oleh para hacker yang ingin memblokir laman resmi wikileaks. Julian Assange segera akan ditangkap. Interpol sibuk mencari pria kelahiran Australia ini. Namun diluar hal tersebut, pengelolaan teknologi informasi di AS menuai sorotan tajam. Banyak pihak meminta segera dilakukan audit teknologi informasi di AS.


Bocor


Pertanyaan yang sangat menarik adalah: mengapa data tersebut bisa bocor? Ternyata teknologi informasi di AS lalai menjalankan standar dan kualifikasi yang ketat. Menurut beberapa lansiran media, server informasi di AS dapat dijebol oleh wikileaks karena pengawasan yang lemah dari para ahli IT mereka.


Sistem tersebut berhasil dilewati sehingga data bisa gampang dicuri. Masalahnya, data tersebut bukan data sembarangan. Data tersebut berisi informasi rahasia dibalik kebijakan (policy) AS di dunia internasional.


Masalah kian pelik ketika wikileaks menyeret banyak negara ke dalam pusaran kawat diplomatik ini. Sebut saja Inggris, Iran, Korea Utara, China, bahkan Indonesia pun disebut-sebut.


Yang paling mencengangkan adalah permintaan Arab Saudi kepada AS agar menyerang Iran terkait kepemilikan senjata nuklir di negari para mullah tersebut. Atau, China yang menjuluki Korea Utara sebagai anak kecil yang butuh perhatian.


Semua informasi tersebut membuat krisis diplomasi. Apa yang terjadi di permukaan berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di belakang panggung.


Teknologi Informasi


Teknologi informasi bak pisau bermata dua. Wikileaks menggunakan keduanya. Pasalnya, informasi yang dibocorkan memberi keterbukaan bagi publik untuk menilai secara utuh. Namun bagi AS dan sekutunya, ini adalah musibah besar.


Pukulan telak bagi diplomasi AS yang dikomandoi Hillary Clinton. Smart power berubah menjadi scary power. Publik bisa menilai dengan mata telanjang bagaimana diplomasi AS yang agresif dan tidak empatik.


Bagi para pendukungnya, wikileaks adalah penanda era baru. Era keterbukaan. Era transparansi. Wikileaks membuka cakrawala kita terhadap suatu masalah yang sebelumnya dipandang samar bahkan buram.


Polemik ini niscaya tidak akan berhenti dalam waktu dekat ini. Ratusan kawat diplomatik sudah siap untuk dipublikasikan lagi. Teknologi informasi membuktikan sekali lagi kehebatannya.

Beri rating untuk artikel di atas Buruk sekali Kurang Biasa Bagus Bagus sekali



View the original article here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar